Saturday, December 10, 2011

Tindak Pidana Korupsi


BAB I.PENDAHULUAN
Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit di ungkap karena pelakunya menggunakan peralatan yang canggih dan biasanaya dialakuakan lebih dari satu orang dalam keadaan terselubung dan terorganisasi.Oleh karena itu kejahatan ini biasa disebut dengan while collar crime atau kejahatan kerah putih.
Menyadari kompleknya permasalahan korupsi ditengah-tengah krisis dimensional karena ancamannya yang nyata maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi sungguh-sungguh melaului denagn langkah-langkah yang jelas dan tegasdenagn melibatkan seluruh potensi yang ada adalam masyarakat yang di motori oleh pemerintah dan aparat penegak hokum.
Diberbagai belahan dunia korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan tindak pidana yang lain.Korupsi merupakan masalah serius,tindak pidana ini dapat membahahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat ,membahayakan  stabilitas dan keamanan masyarakat,membahayakan pembangunan social ekonomi,politik,merusak nilai-nilai demokrasi,dan yang pasti merusak moralitas apabila terjadi pembiaran maka akan menjadi sebuah budaya.
Diberlakukanya Undang-undang tindak pidana korupsi dimaksudkan untuk menanggulangi dan memberantas korupsi selain itu ada beberapa peraturan pemerintah yang berkaitan denagan opersional pemberantasn korupsi,akan tetapi kenyataannya hingga saat ini korupsi tidak makin berkurang bahkan dirasakan makin cenderung meningkat dan modus operandinya yang biasa kelompok kecil berubah menjadi kelompok secara berjamaah.
Dengan gambaran berbagai hal tentang korupsi untuk selanjutnya akan kita bahas mengenai tindak pidana yang meliputi pengertian tindak pidana,tindak pidana korupsi,dan proses pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi.

BAB II.PEMBAHASAN
II.1.1 Pengertian tindak Pidana
Sebelum membahas pengertian korupsi kita bahas terlebih dahulu mengenai tindak pidana.Pembentuk Undang-Undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan istilah tindak pidana.Dalam bahasa belanda straafbaarfeit terdapat makna dari dua pembentuk kata yaitu straafbaar dan feit.Straafbaar dalam bahasa belanda berarti dapat di hokum sedangkan feit dalam bahasa belanda berarti sebagian dari kenyataan.Secara harfiah straafbaarfeit dapat diartikan sbagian dari kenyataan yang dapat dihukum yang mana kurang tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat di hokum adalah manusia sebagai pribadi buakan kenyataan atau perbuatan maupun tindakan.
Sedangkan pengertian dari perkataan straafbaarfeit menurut pakar antara lain:
1.Simons
Menurut Simons dalam rumusannya straafbaarfeit adalah tindakan melanggar hokum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak            
2.E.Utrect
Mengartikan Straafbaarfeit denagan istilah peristiwa pidana yang sering biasa disebut delik,karena peristiwa itu suatu perbuatan melalaikan maupun akibat yang ditimbulkan karena perbuatan.Peristiwa pidana merupakan peristiwa hokum ( rechtsfeit) yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hokum.Tindakan semua unsur yang di singgung oleh ketentuan pidana dijadikan unsur yang mutlak  dari peristiwa pidana.Hanya sebagaian yang dapat dijadikan unsure-unsur mutlak suatu tindak pidana.Yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hokum( unsure melawan hokum)sebab itu dapat dijatuhi hukuman dan adnaya seoarang pembuat atau orang yang bertanggung jawab.
3.Pompe
Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hokum yang denagan sengaja atau tidak sengaja telah dilakuakan oleh seorang pelaku  diamana penajatuahan hukuman terhadap pealau adalah penting demi terpeliharanya tertib hokum dan terjaminnya ktertiban kpentimgan umum.
4.Moeljatno
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hokum larangan yang mana dikenai sanksi berupa pidanan tertentu bagi siapa yang melanggar aturan tersebut.Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hokum yang di ancam dengan pidana yang ditujukan pada akibat perbuatan.Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsure-unsur :
  • Perbuatan manusia
  • Memenuhi syarat formil dalam Undang-Undang ,syarat formil harus ada karena asas legaliatas sesuai pasal 1 ayat ( 1 ) KUHP.
  • Bersifat melawan hokum ( syarat materiil )
Tindak Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

II.1.2 Unsur-Unsur tindak pidana
1. Unsur subjektif
  • Kesengajaan atau kelalaian
  • Maksud dari suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat ( 1 ) KUHP.
  • Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian ,penipuan,pemerasan,pemalsuan,dan lain-lain.
  • Merencanakan terlebih dahulu,seperti yang terdapat dalam kejahatanmenurut pasal 340 KUHP.
2. Unsur Objektif
  • Sifat melawan hokum
  • Kualiatas dari pelaku
  • Kausalitas
II.1.3 jenis –jenis tindak Pidana
  • Pelanggaran ( opzet )
  • Kejahatan ( culpa )
II.1.4 Tempat dan waktu Tindak pidana
Tempat tindak pidana Locus delicti adalah tempat tindak pidana berlangsung sedangkan waktu tindak pidana atau tempus delicti  adalah waktu dimana tindak pidana itu dilakukan.menurut Prof.Van Bemmelen yang dipandang sebagai tempat dan waktu dilakukan tindak pidana pada dasarnya adalah tempat dimana seorang pelaku telah melakuakan perbuatannya secara materiil.yang dianggap locus delicti adalah:
  • Tempat dimana seorang pelaku telah mealakuakan perbuatanya.
  • Tempat dimana alat yang telah dipergunakan oleh seorang itu bekerja.
  • Tempat dimana akibat langsung dari suatu tindakan itu telah timbul.

II.2 PIDANA KORUPSI
II.2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi menurut bahasa latin yaitu corruption yang berarti penyuapan sedangkan Corruptore berarti merusak, gejala dimana para pejabat,badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,pemalsuan serta tindakan lainnya.Korupsi merupakan sesuatu yang busuk,jahat dan merusak karena korupsi menyangkut segi-segi moral yang menyangkut masalah penyuapan,yang berhubungan denagn manipulasi dibidang ekonomi dan yang berhubungan denagn manipulasi di bidang ekonomi dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
Tindak Pidana Korupsi memiliki pengertian yang hampir sama dengan korupsi. Tindak Pidana Korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
3. Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001).
4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atauKepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahanbarang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, ataukeselamatan negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
6. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001).
7. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001).
8. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001):
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat,
atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolaholah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
11. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999).
13. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini (Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999).
.
II.2.2 Subjek Tindak Pidana Korupsi
a. Setiap orang termasuk korporasi,
b. Memperkaya diri sendiri, orang lain/korporasi,
c. Dapat merugikan negara,
d. Perbuatan melawan hokum
II.2.3 Ruang lingkup Tindak pidana korupsi
a. Keuangan Negara atau perekonomian negara,
b. Suap menyuap (menerima janji, tawaran dan/atau hadiah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut) baik kepada pejabat publik, swasta, maupun pejabat internasional,
c. Penggelapan dalam jabatan,
d. Pemerasan (Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang memeras orang sama dengan korupsi),
e. Perbuatan Curang (Pemborong, ahli bangunan, penjual pengawas proyek, rekanan TNI/Polri, Pengawas rekanan TNI/Polri yang melakukan atau membiarkan perbuatan curang sama dengan korupsi),
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan (Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan sengaja baik langsung ataupun tidak turut serta dalam pemborongan, pengadaan, dan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya sama dengan korupsi),
g. Gratifikasi (Pegawai Negeri yang mendapat gratifikasi dan tidak melaporkannya ke KPK dianggap korupsi).
II.2.4 Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
Pidana Penjara

Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
Pidana Tambahan

Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.


III. KESIMPULAN
Dibutuhkannya upaya tindakan hukum yang lebih keras dan tegas dalam memberikan hukuman (punishment) terhadap para pelaku tindak pidana korupsi yang telah menyelewengkan wewenang maupun tanggung jawab sebagai aparatur Negara. Upaya tersebut dapat berupa kurungan penjara seumur hidup, hukuman mati, maupun memiskinkan para koruptor. Hal tersebut dilakukan agar dapat menimbulkan efek jera dan rasa takut bagi siapa saja yang akan melakukan perbuatan tercela tersebut yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Diperlukannya suatu kemauan dan keinginan yang kuat (political will) dari lembaga pemerintahan seperti legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dalam melakukan pemberantasan korupsi. Kebijakan pemerintah maupun KPK yang telah diatur serta disusun sebagai strategi dalam memberantas korupsi yang diterapkan akan percuma dan sia-sia jika upaya tersebut tidak
dibarengi dengan niat serta kemauan yang kuat dari para Penyelenggara Negara. Dengan tidak adanya niat tersebut maka segala upaya yang dilakukan oleh KPK maupun badan-badan penegak hukum lainnya dalam menekan dan memberantas korupsi di Indonesia akan berjalan di tempat dan mandul. Oleh karena itu sebuah political will yang kuat akan sangat berharga dalam melawan korupsi dalam mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Dukungan masyarakat luas baik dari kalangan organisasi masyarakat, pelaku bisnis, serta mahasiswa sangat dibutuhkan untuk dapat melanjutkan Dukungan masyarakat luas baik dari kalangan organisasi masyarakat, pelaku bisnis, serta mahasiswa sangat dibutuhkan untuk dapat melanjutkan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Setelah adanya upaya dari pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik, masyarakat diharapkan dapat menerapkan prilaku anti korupsi terhadap penyelenggara negara. Dengan adanya upaya tersebut maka akan terhindar dari upaya melakukan korupsi pada penyelenggara negara.
Konsistensi dari lembaga penegak hukum dan juga para aparatur Negara dalam menangani tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan tata pelayanan pemerintahan. Karena jika melakukan upaya tersebut hanya berorientasi pada jangka pendek maka dikhawatirkan gejala tindak pidana korupsi dapat tumbuh kembali. Oleh karena itu, peneliti sekali lagi menegaskan dan menekankan perlu adanya sikap yang tegas dan konsisten dari para Penyelengara Negara dalam menyatakan perang terhadap tindak pidana korupsi. Selain saran dan rekomendasi terhadap upaya pemerintah dalam menangani korupsi, peneliti juga akan memberikan saran kepada para pembaca dan calon peneliti yang nantinya tertarik dengan permasalahan tindak pidana korupsi. Jika ingin melakukan penelitian terhadap masalah mengenai korupsi harap diperhatikan keakuratan data yang akan dijadikan referensi maupun acuan dalam melakukan penelitian, terutama data-data yang mengenai badan yang memiliki wewenang dan juga tugas dalam masalah tersebut. Selain itu perlu juga mengetahui apa saja yang dilakukan oleh badan Dukungan masyarakat luas baik dari kalangan organisasi masyarakat, pelaku bisnis, serta mahasiswa sangat dibutuhkan untuk dapat melanjutkan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Setelah adanya upaya dari pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik, masyarakat diharapkan dapat menerapkan prilaku anti korupsi terhadap penyelenggara negara. Dengan adanya upaya tersebut maka akan terhindar dari upaya melakukan korupsi pada penyelenggara negara.
Konsistensi dari lembaga penegak hukum dan juga para aparatur Negara dalam menangani tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan tata pelayanan pemerintahan. Karena jika melakukan upaya tersebut hanya berorientasi pada jangka pendek maka dikhawatirkan gejala tindak pidana korupsi dapat tumbuh kembali. Oleh karena itu, peneliti sekali lagi menegaskan dan menekankan perlu adanya sikap yang tegas dan konsisten dari para Penyelengara Negara dalam menyatakan perang terhadap tindak pidana korupsi.



BAB.IV DAFTAR PUSTAKA


Evi Hartanti,SH , 2005 , Tindak Pidana Korupsi,Sinar Grafika,Semarang.
 Adji, Indriyanto Seno, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Jakarta: Diadit Media, 2007.

 Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996.
KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

 Hamzah, Andi,, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.





No comments: